Studi Kasus Nomor Perkara 612/Pid.B/2018/PN Btm Terhadap Penetapan Pehananan Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Hukum Positif Indonesia-

Pembahasan ini merupakan dari kelanjutan dari pembahasan sebelumnya tentang Studi Kasus Nomor Perkara 612/Pid.B/2018/PN Btm Terhadap Putusan Hakim Berdasarkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum, yang pada kesempatan ini akan dibahas tentang penetapan penahanan berdasarkan data yang terdapat pada Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Batam.

Info SIPP

Pada SIPP diinformasikan berkenaan dengan penetapan penahanan dengan nomor perkara 612/Pid.B/2018/PN Btm sebagai berikut :

  1. Pada tingkat penyidikan, tidak dilakukan penahanan.
  2. Pada tingkat penuntutan, dilakukan penahanan mulai dari tanggal 9 Juli 2018 sampai dengan 28 Juli 2018.
  3. Pada tingkat Pengadilan Negeri dilakukan penahanan oleh Hakim Pengadilan Negeri, mulai dari 17 Juli 2018 sampai dengan 15 Agustus 2018.
  4. Perpanjangan pertama penahanan oleh Ketua Pengadilan Negeri, mulai dari 16 Agustus 2018 sampai dengan 14 Oktober 2018.
  5. Hakim Pengadilan Negeri melakukan perpanjangan pertama oleh Ketua Pengadilan Tinggi, mulai 15 Oktober 2018 sampai dengan 13 November 2018.
  6. Hakim Pengadilan Negeri melakukan perpanjangan kedua oleh Ketua Pengadilan Tinggi, mulai dari 14 November 2018 sampai dengan 13 Desember 2018.

Dengan jumlah hari selama masa penahanan adalah 133 hari, demikian data yang terakhir yang tercantum dalam SIPP Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 17 Januari 2019 jam 10:36 am WIB.

Pembahasan

Berdasarkan data yang disajikan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Batam mengenai penahanan mulai dari kewenangan melakukan penahanan sampai dengan lamanya masa penahanan, penulis melihat semuanya berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam hal ini Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Namun setelah dicermati lebih seksama ternyata dalam SIPP PN Batam tersebut tidak mencantumkan alasan dilakukan penahanan. Dengan demikian penulis akan menyampaikan secara yuridis normatif mengenai pembahasan penahanan dalam studi kasus terhadap perkara ini. 

Penulis tidak akan membahas secara rinci tentang penahanan yang diatur dalam KUHAP dalam artikel ini, tetapi untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada artikel sebelumnya tentang penahanan.

Secara singkat penulis sampaikan bahwa perpanjangan sebagaimana diatur dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 KUHAP, dapat dikecualikan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 KUHAP bahwa masih dapat dilakukan perpanjangan penahanan dengan ketentuan :

  1. Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
  2. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan hukuman sembilan tahun atau lebih.

Merujuk pada riwayat penahanan yang tercantum dalam SIPP PN Batam pada angka 5 (lima) dan angka 6 (enam) tersebut di atas, dapat dilihat bahwa telah terjadi pengecualian untuk perpanjangan penahanan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 29 KUHAP, dimana atas permintaan Hakim Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi melakukan perpanjangan penahanan pertama dan kedua untuk masing-masing masa penahanan 30 hari ditambah 30 hari.

Memperhatikan surat dakwaan yang berbentuk dakwaan alternatif, dan nomor perkara menggunakan kode nomor surat “Pid. B” berarti perkara pidana biasa, hal ini menggambarkan bahwa seharusnya dakwaan yang digunakan dalam penuntutan adalah dakwaan alternatif kedua yaitu Pasal 374 KUHPidana jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, atau dakwaan alternative ketiga yaitu Pasal 372 KUHPidana jo. Pasal 64 (1) KUHPidana.

Kenapa bukan dakwaan alternatif pertama yang digunakan dalam penuntutan? Hal ini dapat dijelaskan bahwa pada dakwaan alternatif pertama adalah Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Pasal 64 KUHPidana, maka karena menggunakan undang-undang perbankan sudah seharusnya menggunakan kode nomor surat “Pid.Sus” yang berarti pidana khusus. 

Tentunya timbul pertanyaan, kenapa harus pidana khusus? Dalam adagium hukum menyatakan bahwa ketentuan hukum yang berlaku khusus mengenyampingkan ketentuan hukum yang berlaku umum, maksudnya adalah tindak pidana perbankan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri disinilah sifat khususnya, sementara tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang hanya diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka nya bersifat umum. Karena bersifat khusus tentunya dalam proses pemeriksaan perkaranya tidak sama dengan pemeriksaan perkara pidana biasa, tentunya tata cara pemeriksaannya selain mengacu kepada KUHAP juga harus memperhatikan syarat dan ketentuan dalam undang-undang khusus tersebut, dalam hal ini adalah undang-undang perbankan.

Dengan menggunakan kode nomor surat “Pid.B” sudah seharusnya dakwaan alternatif pertama tidak dicantumkan dalam surat dakwaan, dengan demikian perpanjangan penahanan yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri Batam sebagaimana yang tercantum dalam SIPP PN Batam angka 5 (lima) dan angka 6 (enam) seharusnya juga tidak terjadi mengingat ancaman hukuman penggelapan paling lama adalah pidana penjara lima tahun dan empat tahun (Pasal 374 KUHPidana dan Pasal 372 KUHPidana).

Dari uraian di atas penulis berkesimpulan bahwa telah terjadi kerancuan dalam penyusunan surat dakwaan, sehingga mengakibatkan rancunya juga dalam penetapan penahanan. Dalam hal ini tentunya merugikan pihak terdakwa berkenaan dengan masalah hak asasi manusia. -RenTo170119-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: