Categories
Ilmiah

Kekuatan Hukum Sebuah Peraturan Kepala Daerah

Hukum Positif Indonesia-

Dalam uraian ini disampaikan mengenai:

Pendahuluan

Latar Belakang

Pemilihan kepala daerah secara langsung mempunyai dampak positif bagi demokrasi di Indonesia secara umum, namun juga mempunyai dampak negatif.

Dampak positif dari pemilihan kepala daerah secara lagsung salah satunya adalah terselenggaranya sistem demokrasi sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan, sedangkan salah satu dampak negatif yang penulis ketahui dari media dalam jaringan (online) adalah mengenai kebijakan dalam bentuk produk hukum yang ditetapkan masih belum sesuai dengan ketentuan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia, karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah dinyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.

Ketidak sesuaian antara kebijakan yang ditetapkan oleh kepala daerah dalam bentuk produk hukum dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yaitu walaupun secara sistematis memang telah sesuai dengan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, namun isi atau materinya masih terdapat ketidaksesuaian dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Hal seperti ini dapat saja terjadi dikarenakan alasan politik, ketidakmengertian, atau pun bentuk arogansi kekuasaan kepala daerah. Akan tetapi perlu diketahui dengan ditetapkan kebijakan tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat di daerah yang dipimpinnya.

Memperhatikan peristiwa dari fenomena tersebut, penulis menyampaikan paparan mengenai kekuatan hukum sebuah peraturan kepala daerah.

Permasalahan

Dari uraian latar belakang sebagaimana tersebut di atas menimbulkan pertanyaan:

  1. Dimana kedudukan hukum Peraturan Kepala Daerah?
  2. Bagaimana kekuatan hukum Peraturan Kepala Daerah?
  3. Apa saja yang menjadi kewenangan Kepala Daerah?
  4. Dapatkah Peraturan Kepala Daerah memuat ketentuan pidana?
  5. Apa itu ketentuan pidana?

Tinjauan Pustaka

Penulis menggunakan literasi dalam uraian ini, yaitu:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  4. Artikel dengan judul Mengenal Hukum Pidana Indonesia pada blog Hukum Positif Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3), dengan jelas menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Hal ini menggambarkan bahwa semua tindakan yang berkenaan dengan ketatanegaraan atau tata pemerintahan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa terkecuali.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Ketentuan Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan sebagai berikut:

Pasal 7

Pasal 7 ayat (1); Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

  • a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  • b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  • c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  • d. Peraturan Pemerintah;
  • e. Peraturan Presiden;
  • f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  • g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 7 ayat (2); Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

Pasal 8 ayat (1); Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Pasal 8 ayat (2); Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.

Pasal 15

Pasal 15 ayat (1); Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam:

Pasal 15 ayat (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

Pasal 15 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.

Perlu disampaikan juga bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Hukum Pidana

Uraian mengenai hukum pidana dapat dibaca pada artikel berjudul “Mengenal Hukum Pidana Indonesia”, yang dimuat dalam blog Hukum Positif Indonesia.

Pembahasan

Sebagaimana telah diuraikan diatas pada bab permasalahan, bahwa sejauhmana kekuatan mengikat sanksi pidana yang terdapat dalam sebuah peraturan kepala daerah?

Pada bab pembahasan ini akan diuraikan yang menjadi permasalahan tersebut di atas dengan metode yuridis normatif.

Berdasarkan tinjauan pustaka sebagaimana tersebut di atas, dapat disampaikan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana yang ditegaskan dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ketentuan negara hukum ini mempunyai pengertian bahwa Indonesia merupakan negara yang dalam setiap tindakannya, baik itu mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya, subjek hukum dengan negara, maupun ketatanegaraan dan administrasi negara didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk itu dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dengan jelas disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menduduki tingkatan pertama dari semua tingkatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, setelahnya baru ikuti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Baca juga: Indonesia Negara Hukum

Lantas dimana kedudukan hukum Peraturan Kepala Daerah?

Kedudukan Peraturan Kepala Daerah diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa;

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat”.

Jadi Peraturan Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Desa, termasuk ke dalam jenis peraturan perundang-undangan selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Lalu bagaimana kekuatan hukum Peraturan Kepala Daerah?

Kedududukan hukum Peraturan Kepala Daerah, diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyebutkan bahwa;

“Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan”.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat diuraikan bahwa kekuatan hukum Peraturan Kepala Daerah adalah diakui keberadaannya dan mengikat sepanjang di perintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi yaitu: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau peraturan yang dibentuk berdasarkan kewenangannya.

Baca juga: Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Apa saja yang menjadi kewenangan Kepala Daerah?

Kewenangan Kepala Daerah sebagaimana disebutkan dalam ketetentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:

  • a. mengajukan rancangan Perda;
  • b. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
  • c. menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
  • d. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
  • e. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sesuai ketentuan pasal tersebut di atas, dengan jelas disebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan Peraturan Kepala Daerah.

Dapatkah Peraturan Kepala Daerah memuat ketentuan pidana?

Tidak semua peraturan perundang-undangan dapat memuat ketentuan pidana. Materi muatan ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut:

  • a. Undang-Undang;
  • b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
  • c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Khusus bagi Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota hanya dapat memuat materi ketentuan pidana dengan ketentuan sebagai berikut:

  • Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
  • Pidana denda paling banyak Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Hal ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Jadi Peraturan Kepala Derah tidak dapat memuat materi ketentuan pidana.

Baca juga: Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia

Apa itu ketentuan pidana?

Pidana atau straf (bahasa Belanda) merupakan bentuk sanksi atau hukuman yang dijatuhkan terhadap orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai pidana diatur dalam ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan bahwa pidana terdiri dari:

  1. Pidana pokok.
  2. Pidana tambahan.

Pidana pokok terdiri atas:

  1. Pidana mati; dilakukan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
  2. Pidana penjara; ialah seumur hidup, atau selama waktu tertentu (paling singkat satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut).
  3. Pidana kurungan; pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam ketika putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, didalam daerah dimana ia berada, kecuali Menteri kehakiman atas permintaannya, terpidana memboleh menjalani pidananya di daerah lain (Pasal 22 KUHP).
  4. Pidana denda;  merupakan pidana untuk membayarkan sejumlah uang sebagai pengganti waktu pidana kurungan tertentu yang terlebih dahulu telah diputuskan oleh hakim.
  5. Pidana tutupan; merupakan hukuman pengganti dari pidana penjara yang diputuskan oleh hakim dikarenakan tindak pidana tindak yang dilakukan terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Pidana tutupan tetap dilakukan pada tempat tertentu yang kondisinya lebih baik dari penjara.

Pidana tambahan terdiri atas:

  1. Pencabutan hak-hak tertentu.
  2. Perampasan barang-barang tertentu.
  3. Pengumuman putusan hakim.

Selain pidana pokok, hakim juga dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa; pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, pengumuman putusan hakim mengenai tanggung jawab beban biaya pidana penjara atau pidana kurungan sebagaimana tersebut.

Khusus Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dapat memuat bentuk sanksi atau hukuman lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian singkat di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menduduki tingkatan pertama dari semua tingkatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia, setelahnya baru ikuti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
  2. Kekuatan hukum Peraturan Kepala Daerah adalah diakui keberadaannya dan mengikat sepanjang di perintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi yaitu: Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau peraturan yang dibentuk berdasarkan kewenangannya.
  3. Kewenangan Kepala Daerah dalam ketentuan Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, salah satunya adalah membuat peraturan kepala daerah.
  4. Peraturan Kepala Derah tidak dapat memuat materi ketentuan pidana.
  5. Pidana atau straf (bahasa Belanda) merupakan bentuk sanksi atau hukuman yang dijatuhkan terhadap orang yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian tinjauan yuridis tentang kedudukan hukum sebuah Peraturan Kepala Daerah yang disampaikan secara singkat, semoga dapat menjadi bahan untuk membuka cakrawala menuju bijaksana. -RenTo060920-

By Rendra Topan

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.