
Hukum Positif Indonesia-
Pada dasarnya seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) tidak boleh atau dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus sebuah organisasi partai politik. Namun demikian apabila seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi anggota atau pengurus partai politik, maka yang bersangkutan diwajibkan untuk mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang, sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 225 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Tahapan Pemberhentian
Tahapan pemberhentian berdasarkan pengajuan permohonan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik untuk berhenti sebagai pegawai negeri sipil, untuk selanjutnya permohonan tersebut disampaikan oleh pegawai negeri yang bersangkutan, untuk selanjutnya diteruskan (diusulkan) oleh:
- Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) kepada Presiden bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama, Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya, dan Jabatan Fungsional Keahlian Utama.
- Pejabat yang berwenang kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), bagi Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama, Jabatan Administrator (JA), dan Jabatan Fungsional (JF) selain Jabatan Fungsional (JF) Keahlian Utama.
Selanjutnya Presiden atau Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) menetapkan keputusan pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan mendapat hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu empat belas hari kerja setelah setelah usul pemberhentian diterima (Pasal 269 PP No. 11/2017).
Bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang tidak mengundurkan diri setelah menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik, maka akan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). -RenTo101119-