
By: Rendra Topan
Menjelang pemilihan presiden Republik Indonesia tahun 2019 nanti, suhu politik semakin tinggi di samping ini merupakan kegiatan lima tahun sekali juga calon pasangan yang akan maju hanya ada dua. Sehingga kemungkinan timbul kampanye hitam (black campaign) sangat besar. Dua calon pasangan tersebut yaitu Jokowi – Ma’ruf Amin dan Prabowo – Sandiaga.
Salah satu issue yang sedang banyak menjadi perhatian adalah adanya slogan “ganti presiden”. Pro dan kontra tentunya pasti ada dengan slogan tersebut, dimana salah satu calon pasangan yaitu Jokowi (Joko Widodo) merupakan Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Para pendukung Jokowi sedikit banyaknya pasti akan membantah slogan tersebut, demikian juga sebaliknya para pendukung Prabowo akan berusaha untuk mensosialisasikan slogan tersebut.
Di sadari atau tidak akan timbul gesekkan antara para pendukung masing-masing calon, seperti yang sudah kita ketahui bersama baik dari media sosial ataupun media cetak tentang penolakan slogan dimaksud. Dan juga dengan cara penolakan slogan yang anarkis, secara tidak langsung sebenarnya slogan tersebut akan tersosialisasi dengan baik, karena masyarakat akan mencari tahu asal-usul dan penyebabnya.
Saya melihat fenomena ini sudah mengarah kepada perbuatan sewenang-wenangan satu kelompok terhadap kelompok lainnya. Dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 sudah dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Sebagai Warga Negara Indonesia hendak kita harus saling menghormati satu sama lain atas perbedaan pendapat ini, karena kalau tidak akan menimbulkan perpecahan, dimana perpecahan ini merupakan indikator dalam pertahankan dan keamanan yang akan menimbulkan konflik sosial dan disintegrasi bangsa. (RenTo) (260818)
You must be logged in to post a comment.