
Hukum Positif Indonesia-
Dalam uraian ini disampaikan mengenai:
Selama masa pandemi COVID-19 berdasarkan informasi pada media massa baik online maupun cetak memberitakan terjadinya lonjakan tagihan listrik sampai sekitar 100%. Hal ini tentunya merugikan konsumen.
Tagihan listrik yang melonjak tersebut terjadi tanpa didasari pada data pencatatan meteran yang akurat, sehingga menimbulkan keresahan di masyarakat yang merupakan konsumen dari PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Kejadian ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah menyebutkan tentang hak konsumen, diantaranya:
- Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
- Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Untuk mengatasi hal tersebut para pimpinan pemerintahan baik tingkat pusat maupun tingkat daerah berusaha untuk mencarikan jalan keluar atas kejadian tersebut, yang hasilnya adalah, bahwa selisih pembayaran listrik tersebut dapat dicicil beberapa kali pada setiap tagihan bulan berikutnya.
Hak ini menurut penulis tetap saja merugikan masyarakat sebagai pengguna jasa kelistrikan, disamping PT. PLN tidak menjalankan kewajibannya sebagai pelaku usaha, dan masyarakat sebagai konsumen juga tidak mendapatkan haknya.
Dasar Alasan Masyarakat Tetap Dirugikan
Penulis menyampaikan pendapat bahwa masyarakat tetap dirugikan dengan pembayaran selisih tagihan yang dapat dicicil berdasarkan pada sudut pandang ekonomi.
Untuk memudahkan pemahaman penulis sampaikan ilustrasi sebagai berikut:
Ilustrasi I
Tagihan pembayaran listrik untuk setiap meteran yang terpasang terdiri dari biaya beban dan biaya pemakaian dalam satuan KWh. Perhitungan tagihan listrik untuk setiap meteran yang terpasang atas biaya pemakaian per KWh setiap bulannya teridiri dari beberapa blok/kelompok, biasanya ada tiga blok dengan rincian;
- blok I (pemakaian 0 – 20 KWh) dengan nominal per KWh Rp200,-
- blok II (pemakian 20 – 40 KWh) dengan nominal per KWh Rp350,-
- Blok III (pemakaian 40 – 60 KWh) dengan nominal per KWh Rp500,-
Ilustrasi II
Berdasarkan ilustrasi singkat mengenai besaran perhitungan tagihan listrik di atas, maka apabila seorang pelanggan menggunakan daya listrik sebanyak 50 KWh setiap bulannya, dapat diuraikan besaran biaya pemakaian yang dibayarkan sebagai berikut:
- Blok I adalah 20 KWh x Rp200,- = Rp4.000,-
- Blok II adalah 20 KWh x Rp350,- = Rp7.000,-
- Blok III adalah 10 KWh x Rp500,- = Rp5.000,-
Jadi besar biaya tagihan listrik tersebut adalah Rp4.000,- + Rp7.000,- + Rp5.000,- = Rp16.000,- + biaya berlangganan (abonemen).
Dengan pencatatan yang tidak akurat, maka pencatatan pemakaian daya listrik yang tadinya 50 KWh menjadi 100 KWh, akan tetapi tagihannya bukan berarti Rp16.000,- x 2 = Rp32.000,- melainkan perhitungannya menjadi:
- Blok I 20 KWh x Rp200,- = Rp4.000,-
- Blok II 20 KWh x Rp350,- = Rp7.000,-
- Blok III 60 KWh x Rp500,- = Rp30.000,-
Sehingga besaran tagihan bulanan yang dibayarkan adalah Rp4.000,- + Rp7.000,- + Rp30.000,- = Rp41.000,- + biaya berlangganan.
Dengan demikian jelas terdapat selisih Rp41.000,- – Rp32.000,- = Rp9.000,-
Kemudian karena pencatatan yang tidak akurat tersebut pelanggan atau konsumen tetap harus melakukan pelunasan pembayaran walaupun dengan cara dicicil.
Ilustrasi III
Angka Rp9000 itu baru untuk satu pelanggan, kalau dikalikan 1 juta pelanggan saja, maka akan bernilai Rp9.000.000.000,- (Sembilan milyar rupiah). Bayangkan jika uang tersebut didepositokan di bank selama masa cicilan, maka jumlahnya akan berlibat ganda dan tetap saja untuk keuntungan bagi PT. PLN.
Kesimpulan
Jadi solusi dengan tetap membayar selisih tagihan listrik oleh pelanggan kepada PT. PLN bukanlah solusi yang tepat bagi konsumen atau masyarakat, karena data yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran biaya tagihan tidak akurat.
Sudah seharusnya PT. PLN menghitung ulang besaran biaya tagihan tersebut dengan menggunakan data yang akurat, karena biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat melalui tagihan sudah termasuk biaya operasional yang dikeluarkan oleh PT. PLN untuk melakukan pencatatan. -RenTo090620-
You must log in to post a comment.