Mata Rantai Korupsi

silver chain
silver chain
Photo by Mike B on Pexels.com

Hukum Positif Indonesia-

Masyarakat Indonesia yang majemuk memungkinkan untuk terjadinya banyak permasalahan yang harus diselesaikan, salah satu diantaranya adalah masalah korupsi. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa korupsi merupakan perbuatan curang yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau kelompok tertentu dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga merugikan negara.

Bila dicermati korupsi ini bermula dari pendidikan oleh orang tua, kenapa penulis mengatakan demikian? Orang tua berkewajiban untuk mendidik dan sekaliugs menjadi guru bagi anaknya mulai dari lahir sampai dewasa atau bahkan seumur hidup. Pada saat memberikan pendidikan inilah peranan orang tua sangat penting dalam membentuk karakter dan kepribadian serta akhlak  yang baik bagi sang anak, sehingga sang anak dapat berdiri sendiri di atas kakinya dengan menunjukan sikap  ketegasan namun tetap lembut dalam penyampaian prinsip-prinsip hidupnya yang berorientasi kepada kebenaran.

Pendidikan orang tua merupakan mata rantai pertama dalam siklus korupsi, karena begitu orang tua mendidik dan mencontohkan hal yang salah terhadap sesuatu hal, maka akan menjadi pedoman dan rujukan bagi sang anak dalam menjalani kehidupannya nanti setelah dewasa. Sebagai contoh penulis membuat analogi terhadap kejadian yang kerap terjadi di masyarakat, salah satunya yaitu pada saat sang anak akan memasuki jenjang pendidikan formil mulai dari sekolah dasar sampai seterusnya. 

Pada saat sang anak mulai memasuki sekolah dasar, tentunya ada persyaratan yang salah satunya menyebutkan berusia 7 tahun. Implementasinya ternyata syarat berusia 7 tahun pada saat melakukan pendaftaran jarang dijumpai. Mayoritas usia yang mendaftar adalah di bawah usia 7 tahun pada waktu pendaftaran. Persyaratan ini memberikan celah kepada orang tua untuk menghubungi panitia penerimaan agar sang anak yang umurnya di bawah 7 tahun tersebut dapat diterima di sekolah tersebut dengan memberikan imbalan tertentu kepada panitia penerimaan. Demikian juga sebaliknya kesempatan yang muncul dengan adanya celah berkenaan dengan persyaratan batasan umur tadi, dimanfaatkan oleh penitia penerimaan untuk mengajukan syarat tertentu kepada orang tua murid agar sang anak dapat diterima atau lulus seleksi, sehingga dapat bersekolah di sekolah tersebut.

Ibarat kata pepatah mencari kesempatan dalam kesempitan, karena adanya celah tersebut muncul pula pihak ketiga yang menjadi mediator dan fasilitator untuk memudahkan dalam memanfaatkan celah yang ada. Celakanya lagi pihak ketiga ini ada yang berasal dari kalangan penyelenggara negara itu sendiri dengan menggunakan kewenangan dan kekuasaan yang ada padanya.

Mata rantai berikutnya setelah pendidikan orang tua adalah lapangan pekerjaan, dimana ketatnya persaingan dalam mencari pekerjaan, memungkinkan analogi sebagaimana yang telah diuraikan di atas terjadi juga pada bidang lapangan pekerjaan. Apalagi pekerjaan yang menjadi abdi negara dengan kata pegawai negeri sipil, TNI, dan POLRI.

Selanjutnya setelah lapangan pekerjaan, mata rantai berikutnya adalah posisi atau kedudukan setelah mendapatkan pekerjaan. Masing-masing individu setelah bekerja tentu ingin mempunyai jenjang karir yang bagus baik pada sektor pemerintahan maupun sektor swasta. Jenjang karir ini bagus sebagai motivasi kerja bagi setiap individu, hanya saja cara berkarirnya terkadang harus menabrak ketentuan peraturan perundang-undangan, ketentuan dan syarat yang telah ada terkadang diabaikan demi sebuah posisi dan kedudukan. Bagi mereka yang melakukan hal-hal seperti ini beranggapan bahwa posisi dan kedudukan adalah di atas segalanya, sehingga mereka akan mengorbankan apa saja untuk mencapainya.

Mata rantai pendidikan orang tua, kemudian pekerjaan yang dilanjutkan dengan karir merupakan hal yang saling mempunyai keterkaitan satu sama lainnya. Menjadi tugas pemerintah untuk melakukan pencegahan dengan meminimalisir celah-celah yang dapat menimbulkan perbuatan korupsi, sehingga generasi Indonesia adalah generasi yang kuat secara fisik dan mentalnya.

Pemerintah harus melakukan evaluasi secara berkala terhadap hal-hal yang data menimbulkan celah terjadinya koropsi. Menurut penulis korupsi dapat terjadi karena memang sudah direncakan oleh para pihak.

Kejadian-kejadian sebagaimana yang dianalogikan di atas memang terjadi dalam hidup dan kehidupan, namun sebagai orang yang beriman hendaknya bijaksana dalam berbuat dan bertindak untuk banyak hal. -RenTo060519-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Discover more from Hukum Positif Indonesia

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading