
Hukum Positif Indonesia-
Diskresi diatur dalam ketentuan Pasal 22 – Pasal 32 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dalam uraian ini disampaikan mengenai:
Pengertian Diskresi
Pengertian diskresi sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.
Tujuan Diskresi
Penggunaan diresi hanya dapat dilakukan oleh pejabta pemerintahan yang berwenang, yangmana diskresi tersebut bertujuan:
- Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan.
- Mengisi kekosongan hukum.
- Memberikan kepastian hukum.
- Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.
Lingkup Diskresi
Dikresi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan meliputi:
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas.
- Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.
Persyaratan Diskresi
Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat diskresi sebagai berikut:
- Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana tersebut diatas.
- Tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
- Sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
- Berdasarkan alasan-alasan yang objektif.
- Tidak menimbulkan konflik kepentingan.
- Dilakukan dengan itikat baik.
Baca juga: asas umum pemerintahan yang baik.
Syarat dan Ketentuan Lainnya Mengenai Diskresi
Terdapat syarat dan ketentuan lainnya dalam penggunaan diskresi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan, yaitu:
- Penggunaan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan yang dimaksudkan adalah persetujuan yang berkenaan dengan tujuan diskresi itu sendiri, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik.
- Dalam hal penggunaan diskresi sehubungan adanya keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak, dan/atau terjadi bencana alam, pejabat pemerintah wajib memberitahukan kepada atasan pejabat sebelum penggunaan diskresi dan melaporkan kepada atasan atasan pejabat setelah penggunaan. Pemberitahuan tersebut dilakukan apabila penggunaan diskresi berdasarkan adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas yang terjadi dalam keadaan darurat, keadaan mendesak, dan/atau terjadi bencana alam.
Prosedur Penggunaan Diskresi
Prosedur penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 26 – Pasal 29 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Prosedur tersebut dibedakan menjadi:
- Prosedur diskresi yang berkenaan dengan potensi perubahan alokasi anggaran.
- Prosedur diskresi yang berkenaan dengan adanya keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak, dan/atau bencana alam.
Prosedur Diskresi yang Berkenaan dengan Potensi Perubahan Alokasi Anggaran
Prosedur diskresi yang berkenaan dengan diskresi yang berpotensi mengubah alokasi anggaran wajib memperoleh persetujuan dari atasan pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persetujuan yang dimaksudkan adalah persetujuan yang berkenaan dengan tujuan diskresi itu sendiri, tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik., maka pejabat pemerintahan yang bersangkutan harus melalui tahapan sebagai berikut:
- Wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, serta dampak administrasi keuangan.
- Wajib menyampaikan permohonan persetujuan secara tertulis kepada atasan pejabat.
- Atasan pejabat menetapkan persetujuan, petunjuk perbaikan, atau penolakan dalam waktu paling 5 (lima) hari kerja sejak berkas permohonan diterima.
- Atasaan pejabat yang menolak permohonan diskresi harus memberikan alasan penolakan secara tertulis.
Prosedur Diskresi yang Berkenaan dengan Adanya Keresahan Masyarakat, Keadaan Darurat, Mendesak, atau Bencana Alam
Prosedur diskresi yang berkenaan dengan adanya keresahan masyarakat, keadaan darurat, mendesak, dan/atau terjadi bencana alam, pejabat pemerintah wajib memberitahukan kepada atasan pejabat sebelum penggunaan diskresi dan melaporkan kepada atasan atasan pejabat setelah penggunaan. Pemberitahuan tersebut dilakukan apabila penggunaan diskresi berdasarkan adanya stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas yang terjadi dalam keadaan darurat, keadaan mendesak, dan/atau terjadi bencana alam, maka pejabat pemerintahan harus melalui tahapan sebagai berikut:
- Wajib menguraikan maksud, tujuan, substansi, dan dampak administrasi yang mengubah pembebanan keuangan negara.
- Wajib menyampaikan pemberitahuan secara lisan atau tertulis kepada atasan pejabat, paling lama 5 (lima) hari kerja sebelum penggunaan diskresi.
- Wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada atasan langsung setelah penggunaan diskresi, paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung sejak penggunaan diskresi.
Prosedur sebagaimana tersebut di atas tidak berlaku bagi pejabat pemerintahan yang telah memenuhi kewajibannya yaitu memberitahukan kepada warga masyarakat yang berkaitan dengan keputusan dan/atau tindakan yang menimbulkan kerugian paling lama 10 (sepuluh) hari sejak keputusan dan/atau tindakan ditetapkan dan/atau dilakukan.
Baca juga: hak dan kewajiban pejabat pemerintahan.
Akibat Hukum Diskresi
Penggunaan diskresi oleh pejabat pemerintahan mempunyai akibat hukum, maksudnya akibat hukum tersebut adalah suatu keadaan yang ditimbulkan sebagai akibat ditetapkannya diskresi, sehingga akibat hukum tersebut dapat dibedakan menjadi:
- Tidak sah.
- Dibatalkan.
Diskresi Tidak Sah
Penggunaan diskresi menjadi tidak sah apabila:
- Diskresi tersebut melampaui kewenangan.
- Diskresi tersebut merupakan tindakan sewenang-wenang.
Kategori melampaui kewenangan tersebut adalah sebagai berikut:
- Bertindak melampaui batas waktu berlakunya wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Bertindak melampaui batas wilayah berlakunya wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Tidak sesuai dengan prosedur diskresi.
Kategori tindakan sewenang-wenang adalah apabila dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang.
Diskresi Batal Demi Hukum
Penggunaan diskresi menjadi batal demi hukum apabila diskresi tersebut mencampuradukkan wewenang. Kategori mencampuradukkan wewenang adalah sebagai berikut:
- Menggunakan diskresi tidak sesuai dengan tujuan wewenang yang diberikan.
- Tidak sesuai dengan prosedur diskresi.
- Bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik.
Akibat hukum merupakan dampak yang ditimbulkan dari sebuah diskresi, untuk itu dalam penggunaan diskresi sudah seharusnya memperhatikan dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik. -RenTo210623-