
Hukum Positif Indonesia-
Istilah samenloop digunakan dalam hukum pidana berkenaan dengan tindak pidana.
Dalam uraian ini disampaikan mengenai:
Pengertian
Samenloop adalah perbarengan tindak pidana dimana seseorang melakukan perbuatan melanggar beberapa peraturan hukum pidana yang masing-masing perbuatan berdiri sendiri yang akan diadili sekaligus dan salah satu perbuatan pidana itu belum dijatuhi putusan hakim.
Macam-Macam Samenloop
Berdasarkan pengertian sebagaimana tersebut di atas, samenloop dapat dibedakan menjadi:
- Perbuatan Concursus Idealis/eendaadse samenloop, apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang masuk dalam beberapa peraturan hukum pidana, sehingga orang tersebut dianggap melakukan beberapa perbuatan pidana.
- Perbuatan Voor Gezette Handeling, apabila seseorang melakukan beberapa perbuatan pidana yang masing – masing merupakan perbuatan yang berdiri sendiri tetapi ada hubungannya satu sama lain yang harus dianggap sebagai perbuatan berlanjut. kriteria menurut MvT (Memorie van Toelichting) kriteria perbuatan yang dipandang sebagai perbuatan berlanjut adalah: a. Harus ada keputusan kehendak b. Masing-masing perbuatan harus sejenis c. Tenggang waktu antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama.
- Perbuatan Concurcus Realis/Meer Daadse Samenloop, apabila seseorang melakukan perbuatan pidana yang masing-masing perbuatan pidana itu berdiri sendiri tetapi tidak perlu perbuatan pidana itu berhubungan satu sama lain atau tidka perlu sejenis.
Teori Penjatuhan Sanksi bagi Pelaku Samenloop
Terdapat 4 teori untuk memberikan hukuman bagi pelaku Samenloop, yaitu:
- Stelsel absorbsi atau stelsel penyerapan murni, dalam stelsel ini pidana yang diajtuhkan adalah pidana yang terberat diantara beberapa pidana yang diancamkan. kelemahan sistem ini ialah terdapat kecendrungan pada pelaku tindak pidana untuk melakukan perbuatan pidana yang lebih ringan sehubungan dengan adanya ancaman hukuman yang lebih berat. Dasar sisitem ini ialah Pasal 63 dan 64 KUHP yaitu untuk gabungan tindak pidana tunggal dan perbuatan yang dilanjutkan
- Stelsel absorbsi yang dipertajam, dalam sisitem ini ancaman hukumannya adalah hukuman yang terberat namun masih harus ditambah 1/3 kali maksimum hukuman yang terberat yang disebutkan. Sistem ini digunakan untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman pokoknya ialah sejenis. Adapun dasar yang digunakan adalah pasal pasal 64 KUHP
- Stelsel kumulasi murni atau stelsel penjumlahan murni, adalah sistem untuk tindak pidana yang diancam atau dikenakan sanksi masing-masing tanpa pengurangan. sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda terhadap pelanggaran dengan pelanggaran dan kejahatan dengan pelenggaran. Dasar hukumnya Pasal 70 KUHP
- Stelsel kumulasi terbatas, dalam sistem ini ancaman hukuman dari masing-masing kejahatan yang telah dilakukan dijumlahkan seluruhnya. namun tidak boleh melebihi maksimum terberat ditambah sepertiganya. Sistem ini berlaku untuk gabungan tindak pidana berganda dimana ancaman hukuman pokoknya tidak sejenis. Adapun dasar hukumnya Pasal 66 KUHP.
Dari keempat sistem diatas yang sedang digunakan hanyalah tiga, yaitu stelsel absorbsi murni, stelsel absorbsi yang dipertajam, dan stelsel kumulasi terbatas. Sementara itu stelsel kumulatif murni tidak dipergunakan dalam praktek karena bertentangan dengan ajaran samenloop yang pada prinsipnya meringankan terdakwa.
Sumber:
- Fitri Wahyuni, 2017, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia, Tanggerang Selatan: Nusantara Persada
- Makalah Ketentuan Perbarengan Tindak Pidana, Pembunuhan Berencana dan Percobaan Pembunuhan. Universitas Walisongo
- Didik Endro Purwoleksono, 2014, Hukum Pidana, Surabaya: Universitas Airlangga