
Hukum Positif Indonesia-
Akhir-akhir ini banyak lembaga pembiayaan yang tumbuh dan berkembang seperti cendawan dimusim hujan. Mereka (lembaga pembiayaan) mempunyai berbagai macam teori dan praktek untuk menarik perhatian masyarakat dalam rangka pemberian bantuan keuangan dalam berbagai macam kebutuhan yang diperlukan, antara lain alat-alat rumah tangga, elektronik, telepon genggam, dan lain sebagainya.
Bagi masyarakat yang mendapatkankan kemudahan dengan segala bentuk propaganda perusahaan pembiayaan disarankan untuk secara saksama membaca isi perjanjian dan formulir yang ditandatangani, antara lain mencatumkan nomor referensi yang bisa dihubungi pada saat keadaan darurat.
Berdasarkan pengalaman penulis ternyata keadaan darurat tersebut salah satunya ketika orang yang bersangkutan tidak melakukan pembayaran cicilan atas pembiayaan yang diberikan. Penulis mengalami mulai dari hari ketiga keterlambatan sampai hari ke-42 setiap hari sekitar jam tujuh pagi dan sore sekitar jam 3-an.
Hal ini sebenarnya bentuk intimidasi yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan agar nomor refrensi yang dicantumkan mau melakukan pembayaran cicilan berikut biaya keterlambatan karena mempunyai hubungan keluarga. Aneh memang, tapi begitulah perusahaan pembiayaan.
Lebih aneh lagi saat penulis tanyakan kepada pelepon dari lembaga pembiayaan tersebut, “apakah anda melakukan survey sebelumnya?” ehh…jawaban mereka adalah bahwa mereka hanya dari bagian penagihan. Otak saya pun langsung berpikir bahwa mereka tidak melakukan survey terlebih dahulu, dan tidak pernah konfirmasi sebelumnya terhadap nomor referensi yang dicantumkan oleh penerima pembiayaan.
Saat berkomunikasi ditelopon mereka juga menyampaikan bahwa kalau tidak dilakukan pembayaran segera, maka saudara anda akan masuk daftar hitam di Bank Indonesia, dan kedepannya tidak dapat mengajukan kredit lagi. Mendengar hal itu tentu saja saya tetap tidak tanggapi karena toh bukan nama saya. Akhirnya mereka menyampaikan bahwa saya tidak koperatif, dan akan menelepon saya kembali sampai bisa koperatif.
Keesokan harinya mereka telpon kembali dan menayakan apakah sudah disampaikan pesan mereka kepada yang bersangkutan, tentu saja saya jawab dengan balik bertanya apakah anda melakukan survey terhadap yang bersangkutan sebelumnya, dan kembali dijawab dengan jawaban yang sama bahwa mereka hanya dari bagian penagihan dan tidak tahu mengenai hal survey. Aneh kuadrat buat saya jawaban ini. Tapi saya pikir biarlah mereka melakukan pekerjaannya, entah mana yang akan menyerah terlebih dahulu mereka atau saya, yang pasti jawaban saya selalu sama.
Perusahaan pembiayaan sebaiknya menambah wawasan para penagih utang ini pengetahuan dasar tentang hukum perjanjian, dan tidak lupa juga untuk membekali para penagih utang via telepon ini dengan pelatihan dan sertifikasinya, sehingga saat komunikasi bisa dua arah.
Sebagai perusahaan pembiayaan harusnya langkah yang dilakukan adalah menulis surat peringatan kepada orang yang bersangkutan secara tertulis, karena mereka mempunyai fotocopy KTP dan KK orang yang bersangkutan, tapi yang dilakukan adalah menelpon yang bersangkutan dan dengan alasan nomornya tidak bisa dihubungi, maka mereka meminta bantuan nomor referensi yang telah dicantumkan.
Kemudian kalau memang sudah dalam jangka waktu lama, barang yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan kan bisa ditarik kembali sesuai dengan tata cara dan ketentuan yang berlaku, tanpa harus melibatkan pihak yang nomornya teleponnya dicantumkan sebagai referensi. -RenTo240919-