
Hukum Positif Indonesia-
Residiv merupakan istilah yang digunakan dalam hukum pidana berkenaan dengan tindak pidana yang dilakukan berulang.
Dalam uraian ini disampaikan mengenai:
Pengertian
Resdiv atau pengulangan tindak pidana yaitu seseorang melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi hukuman (pidana) dengan suatu putusan hakin yang tetap, dalam jangka waktu tertentu setelah pembebasan tersebut ia kembali melakukan perbuatan pidana.
Syarat-Syarat Residiv
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat dikatakan seorang menjadi residiv dengan syarat sebagai berikut:
- Pelakunya sama.
- Terulangnya tindak pidana yang untuk tindak pidana terdahulu telah dijatuhi pidana (yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap).
- pengulangan terjadi dalam jangka waktu tertentu.
Macam-Macam Residiv
Residiv dibedakan menjadi:
- Residiv umum.
- Residiv khusus.
- Tussel Stelsel.
Residiv Umum
Residiv Umum ialah residiv yang terjadi apabila seseorang yang telah melakukan delik kemudian terhadap perbuatan pidana tersebut telah dijatuhi pidana oleh hakim serta menjalani pidananya di dalam lembaga pemasyarakatan. Setelah selesai menjalani hukumannya, bebas dan kembali kedalam masyarakat, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan undang-undang orang tersebut melakukan lagi perbuatan tindak pidana tidak sejenis.
Residiv Khusus
Residiv khusus adalah melakukan delik kemudian terhadap tindak pidana tersebut dijatuhi pidana oleh hakim, setelah dijatuhi pidana dan pidana tersebut dijalaninya, kemudian kembali kemasyarakat, akan tetapi dalam jangka waktu tertentu kembali lagi melakukan perbuatan pidana yang sejenis dengan tindak pidana terdahulu.
Tussel Stelsel
Tussel Stelsel adalah apabila seseorang melakukan tindak pidana dan terhadap perbuatan tersebut telah dijatuhi hukuman oleh hakim. Setelah ia menjalani pidana dan dibebaskan, orang tersebut dalam jangka waktu tertentu melakukan perbuatan dan perbuatan pidana yang dilakukan itu merupakan golongan tertentu yang ditetapkan oleh undang-undang.
Residiv dalam KUHP
Pengulangan tindak pidana dalam KUHP diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejehatan dalam buku II maupun berupa pelanggaran dalam buku III. Adapun syarat-syarat residiv untuk tiap-tiap tindak pidana, baik terhadap kejahatan maupun pelanggaran adalah sebagai berikut:
- Residiv kejahatan.
- Residiv pelanggaran.
Residiv Kejahatan
Residiv kejahatan dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
- Residiv terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang sejenis diatur tersebar dalam 11 (sebelas) pasal kejahatan KUHP, yaitu pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 161 (2), 163(2), 208 (2), 216 (2), 321 (2), 393 (2) dan 303 bis (2). Syarat adanya residiv disebutkan dalam masing-masing pasal tersebut di atas, yang pada umumnya dapat diringkas sebagai berikut:
- Kejahatan yang diulangi harus sama/sejenis
- Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harus telah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap
- Pelaku melakukan kejahatan pada waktu menjalankan penvaharian kecuali pasal 216 KUHP, 303 bis KUHP dan 393 KUHP.
- Pengulangan tindak pidana dalam tenggang waktu tertentu.
- Residiv terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang masuk dalam satu kelompok jenis diatur dalam pasal 456, 487, dan 488 KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dimasukkan beberapa kejahatan yang masuk kelompok beberapa jenis, yaitu:
- Pasal 486 KUHP tentang kejahatan terhadap harta benda.
- Pasal 487 KUHP tentang kejahatan terhadap orang.
- Pasal 488 KUHP tentang kejahatan penghinaan dan yang berhubungan dengan penerbit/percetakan.
Residiv Pelanggaran
Dengan dianutnya sistem residiv khusus, maka residiv pelanggaran menurut KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam buku III.
Adapun persyaratan recidive pelanggaran sebagai berikut:
- a. pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terlebih dahulu.
- b. harus sudah ada putusan hakim berupaa pemidanaan yang berkekuatan tetap untuk pelanggaran yang terdahulu.
- c. tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang berkekuatan tetap.
Namun demikian, pada umumnya mengikuti salah satu sistem pemberatan pidana sebagai berikut:
- pidana denda diganti atau ditingkatkan menjadi pidana kurungan
- pidana (denda/kurungan) dilipatkan dua kali
Residiv di luar KUHP
Selain residiv yang diatur dalam KUHP, ada juga residiv yang pengaturannya di luar KUHP, yang dibedakan menjadi:
- Residiv kejahatan di luar KUHP.
- Residiv pelanggaran di luar KUHP.
Residiv Kejahatan di Luar KUHP
Residiv kejahatan diluar KUHP terdapat antara lain terdapat dalam Pasal 39 UU Narkotika (UU No. 9 Tahun 1976) yang berisi sebagai berikut:
- Pidana penjara yang ditentukan dalam pasal 16 ayat (1) sampai dengan ayat (7) dapat ditambah dengan sepertiga jika terpidana ketika melakukan kejahatan belum lewat 2 tahun sejak menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara dijatuhkan padanya.
- dalam hal pengulangan kejahatan yang dimaksud dalam ayat (1) diancam dengan pidana denda, maka denda dikalikan dua.
Dari rumusan tersebut di atas terlihat UU Narkotika (Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976) menganut juga sistem residiv khusus yaitu, baik tindak pidana yang diulangi maupun tenggang waktu pengulangannya sudah tertentu.
Adapun sistem pemberatan pidananya ialah:
- a. untuk pidana penjara ditambah sepertiga dari ancaman maksimal
- b. untuk pidana denda dilipatkan dua kali
Residiv Pelanggaran di Luar KUHP
Residiv pelanggaran di luar KUHP terdapat antara lain dalam:
- a. Pasal 11 ayat (5) ordonansi perlindungan cagar alam 5 1941 No 167 (sudah dicabut berdasarkan UU No. 5 tahun 1990).
- b. Pasal 18 ayat (2) UU Kerja No 12 tahun 1948 Jo. UU No 1 tahun 1951.
- c. Pasal 32 ayat (2) dan 33 ayat (2) UU lalu lintas dan angkutan jalan raya No. 3 tahun 1965, yang sudah diganti dengan UU No 14 tahun 1992.
Penggantian UU No 3 tahun 1965 dengan UU No. 14 tahun 1992 aturan residiv dalam UU lalulintas dan angkutan jalan yang baru ini terdapat dalam pasal 69 dalam peraturan tersebut juga dianut sistem residiv khusus, tenggang waktu pengulangan ada yang 1 sampai 2 tahun, sedangkan pemberatan pidana ada yang ditambah separuh, sepertiga, dan ada yang dilipatgandakan.
Sumber:
- Dr. Fitri Wahyuni, S.H., M.H. 2017. Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia. Tanggerang Selatan: Nusantara Persada
- Yadi Supriatna.2014. Makalah Recidive. Universitas Pasundan Bandung
You must log in to post a comment.