Pokok-Pokok Praperadilan

judge signing on the papers
judge signing on the papers
Photo by EKATERINA BOLOVTSOVA on Pexels.com

Hukum Positif Indonesia-

Dalam manajemen penyidikan terhadap suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana, dapat diajukan praperadilan berkenaan dengan hal-hal sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 77 – Pasal 83 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Dalam uraian ini disampaikan mengenai:

Pengertian Praperadilan

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

  • a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka.
  • b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan.
  • c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Objek Praperadilan

Membaca pengertian praperadilan sebagaimana tersebut di atas, maka dapat dirumuskan bahwa yang menjadi objek praperadilan adalah sebagai berikut:

  1. Sah atau tidaknya penangkapan.
  2. Sah atau tidaknya penahanan.
  3. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan.
  4. Sah atau tidaknya penghentian penuntutan;
  5. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

Mekanisme Praperadilan

Hal pokok dalam praperadilan yang juga merupakan mekanisme dalam praperadilan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

  1. Kewenangan praperadilan dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri.
  2. Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya.
  3. Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan diajukan oleh tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua penpdilan negeri dengan menyebut alasannya.
  4. Acara pemeriksaan praperadilan ditentukan sebagai berikut:
    1. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.
    2. Dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka atau pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.
    3. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
    4. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
    5. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan, praperadilan lagi pada tingkat pemeriksaan oleh penuntut umum, jika untuk itu diajukan permintaan baru.
  5. Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya, selain itu isi putusan juga memuat hal-hal sebagai berikut:
    1. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik atau jaksa penuntut umum pada tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
    2. Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian penyidikan atau pentuntutan tidak sah, penyidikan atau penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan.
    3. Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dican tumkan rehabilitasinya.
    4. Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan kepada tersangka atau dari siapa benda itu disita.

Terhadap putusan praperadilan pada prinsipinya tidak dapat dimintakan banding, namun demikian dalam hal putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan. -RenTo081121-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Discover more from Hukum Positif Indonesia

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading