Demonstrasi Bukan Budaya Bangsa Indonesia

Hukum Positif Indonesia-

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam ketentuan Pasal 28 telah mengatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Selanjutnya untuk menjamin pelaksanaan ketentuan Pasal 28 UUD 1945 tersebut diterbitkanlah Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Menyampaikan pendapat di muka umum ini disebut dengan demonstrasi, dimana arti demonstrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi daring) adalah pernyataan protes yang dikemukakan secara massal, unjuk rasa. Menurut Wikipedia arti unjuk rasa adalah sebuah gerakan protes yang dilakukan sekumpulan orang di hadapan umum.

Pada praktiknya demonstrasi yang dilakukan untuk tujuan tertentu dan jumlah massa yang banyak sering berakhir dengan bentrokan antara pihak pengamanan demontrasi dan pihak demonstran. Padahal salah satu tujuan dari UU No. 9 Tahun 1998 adalah mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Sengaja penulis menebalkan tujuan tersebut di atas untuk mendapatkan perhatian pembaca berkenaan dengan kata-kata bertanggung jawab dan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Bertanggung jawab menurut penulis maksudnya adalah kebebasan yang dijamin oleh undang-undang tersebut hendaknya dilakukan secara tertib dan damai sesuai dengan konstitusi, serta mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.

Judul yang dipilih penulis sebagaimana tersebut diatas merupakan pemikiran penulis secara individu merujuk pada referensi yang ada secara sosial kemasyarakatan. 

Dimulai dari struktur bangsa Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan adat istiadat serta budaya, karena penulis pernah kuliah pada fakultas hukum yang tentunya belajar hukum adat, walaupun hanya kulitnya saja tapi penulis menyimpulkan bahwa dari semua teori hukum adat dari masing-masing suku bangsa di Indonesia saat terjadi permasalahan selalu mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Berarti setiap permasalahan yang ada pada satu kaum diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara bermusywarah untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut tanpa harus menunjukan kekuatan fisik apalagi kekuatan senjata.

Dalam setiap adat selalu terdapat tiga komponen yang merupakan unsur utama dalam satu wilayah adat dengan sebutan yang berbeda-beda yaitu kelompok agama, kelompok orang yang mempunyai pengalaman dan kepandaian, kelompok yang melindungi wilayah adat itu sendiri. Ketiga kelompok ini selalu bekerjasama dan bermusyawarah dalam mengambil keputusan untuk masyarakat adatnya.

Nilai-nilai yang tercermin dalam adat dan budaya tersebut kemudian diambil intisarinya oleh para pendiri bangsa Indonesia, selanjutnya dirumuskan menjadi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Hal ini dapat dilihat pada sila keempat Pancasila berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi nilai-nilai yang menjadi intisari dari Pancasila tersebut sudah tidak dihiraukan lagi mulai dari hubungan anak dan orang tua, hubungan murid dan guru, hubungan suami dan isteri sampai kepada hubungan antar kelompok baik itu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), organisasi kemasyarakatan (ORMAS) maupun Partai Politik, dalam menyelesaikan permasalahan ternyata saat ini selalu mengedepankan penegakan hukum yang berawal dengan pembuatan Laporan Peristiwa (LP), penahanan, persidangan dan berakhir di penjara.

Kembali kepada judul tulisan di atas, demonstrasi yang dilakukan berakhir dengan kerusuhan. Tentu saja ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan tujuan dari Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka Umum yaitu kebebasan yang bertanggung jawab sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. -RenTo220519-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Discover more from Hukum Positif Indonesia

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading