Unsur Gratifikasi

Photo by Karolina Grabowska on Pexels.com

Hukum Positif Indonesia-

Gratifikasi merupakan salah satu tindak pidana yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam uraian ini disampaikan mengenai:

Pengertian Gratifikasi

Pengertian gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.

Bentuk Gratifikasi

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat diketahui perbuatan gratifikasi merupakan tindak pidana korupsi, perbuatan yang termasuk sebagai gratifikasi adalah berupa:

  1. Pemberian uang.
  2. Pemberian barang.
  3. Pemberian discount (rabat).
  4. Pemberian komisi.
  5. Pemberian pinjaman tanpa bunga.
  6. Pemberian tiket perjalanan
  7. Pemberian fasilitas penginapan.
  8. Pemberian paket perjalanan wisata.
  9. Pemberian pengobatan secara cuma-cuma.

Uraian perbuatan gratifikasi sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: 

  1. Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a) yang nilainya Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b) yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
  2. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggaran negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). 

Unsur garitifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B ayat (1) UU No.20 Tahun 2001

Subjek Hukum

Subjek hukumnya adalah Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara, dimana yang termasuk dalam kategori penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, adalah:

  1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara.
  2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara;
  3. Menteri;
  4. Gubernur;
  5. Hakim;
  6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
  7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Perbuatan

Perbuatannya adalah menerima pemberian hadiah dalam arti luas sebagaimana telah diuraikan diatas berkenaan dengan pengertian gratifikasi, yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan kalau nilai gratifikasi tersebut bernilai Rp10.000.000,- atau lebih kewajiban pembuktian pemberian gratifikasi tersebut berada pada penerima gratifikasi, sedangkan kalau nilainya kurang dari Rp10.000.000,- kewajiban pembuktiannya berada pada penuntut umum.

Sanksi

Unsur-unsur tindak pidana korupsi dalam hal gratifikasi tersebut di atas apabila terpenuhi, maka ancaman pidananya adalah pidana penjara paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200.000.000,- dan paling banyak Rp1.000.000.000,-.

Namun demikian unsur-unsur gratifikasi tersebut di atas dapat dikecualikan sebagaimana di atur dalam Pasal 12C Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 
  2. Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitng sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima 
  3. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara. 
  4. Ketentuan mengenai tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan penentuan status gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dalam Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Dengan demikian selama proses penegakan hukum terhadap gratifikasi berpedoman terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, maka setiap gratifikasi dapat diproses oleh aparat penegak hukum. -RenTo100519-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

Discover more from Hukum Positif Indonesia

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading