Putusan Sela dan Eksepsi Dalam Persidangan Perkara Pidana

Photo by CQF-Avocat on Pexels.com

Hukum Positif Indonesia-

Setelah dibukanya acara persidangan perkara pidana untuk pertama kalinya, kemudian jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan. Untuk selanjutnya terdakwa atau melalui penasehat hukumnya akan menjawab surat dakwaan tersebut.

Jawaban atas surat dakwaan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum inilah yang biasa disebut dengan eksepsi.

Dalam uraian ini disampaikan mengenai:

Eksepsi

Eksepsi merupakan jawaban terdakwa atau melalui penasehat hukumnya atas surat dakwaan jaksa penuntut umum yang berisikan keberatan terhadap syarat-syarat formil sebelum masuk kepada pemeriksaan pokok perkara.

Syarat-syarat formil dimaksud dalam hal ini adalah mulai dari manjemen penyidikan (mindik) sampai dengan syarat-syarat sahnya sebuah surat dakwaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2) KUHAP, yaitu:

“Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi : a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”.

Dengan adanya eksepsi, tentunya jaksa penuntut umum akan memberikan jawaban atas eksepsi yang diajukan oleh terdakwa atau melalui penasehat hukumnya tersebut. Kemudian setelah adanya  jawaban jaksa penuntut umum, maka hakim akan membuat putusan sela atau eksepsi.

Putusan Sela

Putusan sela itu sendiri adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim terhadap suatu perkara perdata atau pidana sebelum masuk kepada pemeriksaan pokok perkara.

Adapun putusan sela dalam perkara pidana yang dijatuhkan oleh dapat berupa:

  1. Surat dakwaan batal demi hukum, karena surat dakwaan tidak memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
  2. Bahwa dalam perkara pidana itu tidak termasuk wewenang pengadilan yang dipimpinnya, maka surat pelimpahan perkara akan di kembalikan kepada jaksa penuntut umum, untuk selanjutnya kejasaan negeri yang bersangkutan akan menyampaikan kepada kejaksaan negeri yang tercantum dalam penetapan hakim ( Pasal 148 KUHAP).
  3. Surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima, karena  surat dakwaan tersebut sudah lewat waktu (daluarsa), pemeriksaan untuk perkara yang sama sudah pernah dilakukan (nebis in idem), dan perkara memerlukan syarat aduan.
  4. Penundaan pemeriksaan perkara karena adanya persellihan kewenangan, karena untuk melanjutkan perkara pidana tersebut diperlukan keputusan hakim perdata terlebih dahulu.
  5. eksepsi terdakwa atau penasehat hukumnya diterima, maka perkara tersebut tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, atau eksepsi terdakwa atau penasehat hukumnya tidak diterima dan hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus setelah selesai pemeriksaan (Pasal 156 ayat (2) KUHAP.

Dalam hal diterimanya eksepsi terdakwa atau penasehat hukumnya oleh hakim berkenaan dengan kewenangan mengadili atau dakwaan tidak dapat diterima atau batal demi hukum, setelah mendengar pendapat dari jaksa penuntut umum, maka jaksa penuntut umum dapat melakukan perlawanan kepada pengadilan tinggi setempat (Pasal 156 ayat (1) dan ayat (3) KUHAP). -RenTo040918-

Pemerhati Hukum dan Permasalahan Sosial

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Discover more from Hukum Positif Indonesia

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading